Excellence...
The way to share experience
Wednesday, November 14, 2012
Learning from SONY
Monday, January 23, 2012
Preventive Maintenance Alone is not Enough to Eliminate Breakdown
Berdasarkan prinsip reliability engineering, penyebab equipment breakdown berubah terhadap waktu. Hal ini bisa dijelaskan dalam “life span charateristic curve” atau yang biasa disebut dengan bath-up curve. Gambar berikut memperlihatkan bath-up curve dan hubungannya dengan penyebab dan strategi yang bisa digunakan sebagai countermeasure.
Ketika mesin/equipment dalam kondisi baru, failure rate pada awalnya tinggi dan perlahan-lahan turun seiring dengan penyesuaian kondisi operasi equipment dengan proses. Dan, pada akhirnya failure rate akan menjadi lebih stabil pada periode tertentu, dan pada akhir umur equipment tersebut, failure rate akan naik (wear-out failure period).
Early period, accidental period dan wear-out period memiliki penyebab yang berbeda. Hal ini terlihat jelas pada gambar diatas. Oleh karenanya untuk mencapai zero breakdown yang diinginkan karateristik dari breakdown tersebut harus diketahui dengan baik sehingga pencegahan (countermeasure) bisa diimplementasikan secara spesifik.
Penyebab failure pada state awal (early period) adalah adanya kesalahan pada tahap desain dan manufaktur. Untuk mengatasinya, team desain harus melakukan tes terlebih dahulu sebelum benar-benar terpasang dan beroperasi. Dengan mengembangkan prosedure tes ini diharapkan semua kelemahan yang ditemukan bisa dilakukan improvement untuk mengkoreksi semua weakness yang ditemukan sehingga meminimalisasi kegagalan pada saat pengopersian.
Accidental failure disebabkan terutama oleh kesalahan yang disebabkan oleh pengoperasian equipment dengan tidak benar. Dan yang paling efektif untuk pencegahannya adalah menjaga agar equipment tersebut bisa beroperasi dengan benar dan tepat.
Wear-out failure disebabkan oleh terbatasnya umur alami dari sebahagian atau keseluruhan part dari sebuah equipment. Masa pakai equipment tersebut bisa diperpanjang dengan cara preventive maintenance dan improvement dari sisi maintainability nya (melalui perubahan di design). Hal ini bisa mengurangi failure rate di akhir masa pakai dari equipment tersebut.
Dari ketiga tipe failure yang terjadi, maintenance prevention adalah metode yang paling efektif untuk mencegah sebuah equipment mengalami failure/kegagalan oleh ketiga tipe tadi. Juga, maintenance free equipment design haruslah menjadi pemikiran utama pada saat design dari sebuah equipment sehingga ketiga tipe failure tersebut bisa dicegah. Oleh karena itu preventive maintenance sendiri tidak mampu untuk mengeliminir breakdown equipment. Sehingga jelaslah bagi kita bahwa semua bagian turut serta bertanggung jawab. Mulai dari design/planning, operation department dan tentu saja departement maintenance.
Source : Seiichi Nakajima, “Introduction to TPM” Productivity Press.
Wednesday, November 9, 2011
Reliability Equipment and it's related to safety
Reason 1: Something was broken and had to be repaired. The breakdown caused the person to go into harm’s way. So, lack of reliability can cause death and injuries.
Equipment running as designed does not require people to enter a confined space, repair (and touch) exposed electrical wires, pressure test a generator, sit on top of a tank and weld, or even fall off of a ladder. How is reliability related to safety? Reliability removes risk from the equation, and the worker is not in harm’s way. If no one was welding above the tank, the explosion would not have happened; if there was no repair needed, no one would give been up on the ladder or on the roof.
A. Something breaks down and has to be repaired.
B. The breakdown causes a worker to be in harm’s way.
C. Reliable equipment does not require maintenance workers to be put into harm’s way.
D. The best solution to a hazard is to eliminate it.
Reason 2: Due to PM, the size and scope of repair is smaller, making for safer repairs.
The second part of the equation has been reported by Exxon-Mobil. They studied their maintenance-related accidents and found the following: “Accidents are 5 times more likely while working on breakdowns then they are while working on planned and scheduled corrective jobs.” High reliability implies an effective PM program that catches deterioration before it causes a failure. Since the asset is not yet broken, it is safer to work on.
A. PM activity catches deterioration early in the process before failure (and reliability is impacted).
B. At that point the repair is smaller, safer, and more manageable, resulting in fewer EHS incidents.
C. PM also gives managers more time to plan and deal with hazards.
Reason 3: Hazards are eliminated or mitigated
High reliability also implies that the maintenance planners have time to plan the job properly. One aspect of planning is to consider all the hazards and figure out and describe a way to accomplish the work safely. The job plan that an experienced planner develops will reflect the safe way to do the job. A planner should look at every job and see if any common hazards
are present. Hazards would include: airborne contaminants, falls from heights, slipping and tripping, falling objects, eye damage (particle, chemical, or flash), chemicals (ingestion, skin exposure, or breathing), asphyxiation, radioactive exposure, fire, explosion, electrocution, entrapment and crushing, and temperature stress. Every hazard identified is then eliminated (best option) or mitigated (second-best option). The safest plants are the ones where the safety of the workers is considered at every step in the job preparation process.
A. The planner plans the job to minimize downtime
B. The planner is specifically trained to look for hazards to safety, health, and environment.
C. Planners will mitigate or eliminate the hazard in the plan before the crew even leaves the shop.
D. The result is fewer EHS incidents and more reliable equipment.
Reason 4: Planned jobs allow fewer opportunities for the maintenance
worker to improvise.
Improvisation is statistically less safe than following the job plan with the correct tools and spares. One of the building blocks of a reliable culture is adequate maintenance planning. Without planning, the workers are forced to make do with what spares and tools they can find. To do their job, they may have to improvise to make things work. Improvisation might be great in the theater but can be deadly in maintenance. My guess is that the following worker was making do with an improvised support: Worker was performing maintenance on the back of a trash truck. The support gave way and the tailgate came down on the worker.
A. Improvisation is great in comedy.
B. Improvisation can be deadly in maintenance.
C. Adequate time for job planning means having the right tools, spares, equipment, skills, and drawings when the job starts.
D. The result is fewer EHS incidents and better reliability.
Reliability is the outcome of this intentional maintenance environment and is essential for a safe environment.
Tuesday, November 8, 2011
Safety Improvement Implementation
- Tidak ada yang ingin mengalami kecelakaan
- Tidak ada orang yang ingin melihat orang lain mengalami kecelakaan
- Hukum dan system adalah keniscayaan
- Kita bisa menghasilkan lebih banyak bila bekerja sama
- Apa yang dapat diukur pasti dapat dikerjakan
Di dasar dari piramida safety tersebut adalah unsafe condition and unsafe behavior.
Untuk memulai SHE implementation khususnya untuk safety, kita harus mulai dengan mencari semua sumber unsafe condition dan unsafe behavior tersebut. Cara menemukan item-item tersebut di lapangan bisa dilakukan dengan cara melakukan survey ke lapangan/shopfloor dan dari kegiatan autonomous maintenance (AM). dari kedua cara tersebut, temuan unsafe condition dan unsafe behavior seharusnya operator lah penemu yang paling banyak. Dengan training tentang AM1 dan 7 tipe abnormal dimana salah satunya adalah tempat-tempat yang tidak aman. Operator bisa menemukan sebanyak mungkin area di sekitar mereka yang tidak aman yang bisa menimbulkan kecelakaan.
Dari list temuan-temuan tersebut bisa dilakukan improvement. Improvement tersebut bisa berupa menghilangkan penyebab kecelakaan tersebut. Bila tidak bisa dihilangkan berarti harus diberi tahu tentang kondisi di area/equipment tersebut dengan membuat marking dan memperlengkapi mereka dengan alat perlindungan yang sesuai standard (dengan Personal Safety Equipment yang tepat), sehingga ketika operator tersebut melewati area tersebut, mereka bisa memperlengkapi diri sehingga kecelakaan bisa dicegah.
Juga, analisis terhadap near miss dan NLTA harus dilakukan. Analiss yang dilakukan untuk mencari akar penyebab near miss terjadi. Dari hasil analisis tersebut bisa ditemukan apakah hal tersebut bisa dihindari dengan cara improvement atau mengendalikan/control sumber penyebab kecelakaan.
Jadi, bila sumber bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan hanya bisa dikontrol, apa selanjutnya yang harus dilakukan? Dalam tulisan selanjutnya hal ini akan dikupas tuntas.
Sunday, November 6, 2011
Fact on safety and health at work ILO
- The ILO estimates that each year about 2.3 million men and women die from work-related accidents and diseases including close to 360,000 fatal accidents and an estimated 1.95 million fatal workrelated diseases.
- This means that by the end of this day nearly 1 million workers will suffer a workplace accident, and around 5,500 workers will die due to an accident or disease from their work.
- In economic terms it is estimated that roughly four per cent of the annual global Gross Domestic Product, or US$1.25 trillion, is siphoned off by direct and indirect costs of occupational accidents and diseases such as lost working time, workers’ compensation, the interruption of production and medical expenses.
- Hazardous substances cause an estimated 651,000 deaths, mostly in the developing world. These numbers may be greatly under-estimated due toinadequate reporting and notification systems in many countries.
- Data from a number of industrialized countries show that construction workers are three to four times more likely than other workers to die from accidents at work.
- Occupational lung disease in mining and related industries arising from asbestos, coal and silica exposure is still a concern in developed and developing countries. Asbestos alone claims about 100,000 deaths every year and the figure is rising annually
Jadi, Masih tidak mau peduli dengan safety?
Wednesday, November 2, 2011
Planned Maintenance
1. Implementasi secara penuh 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) sehingga sikap mental kearah perubahan mulai terbentuk. Mulai dari mengorganisasi setiap equipment, membuat setiap equipment tempat yang semestinya, membersihkan equipment secara teratur sehingga pondasi sikap kearah perubahan mulai terbentuk.
2. Pembuatan KPI untuk planned maintenance ini harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan dimana KPI ini didefenisikan dengan jelas. Juga, KRA (Key Result Area) juga diidentifikasi untuk mempermudah tingkat keberhasilan implementasi. Biasanya KPI ini berasal dari PQCDSM (Productivity, Quality, Cost, Delivery, Safety dan Morale) yang didefenisikan untuk maintenance.
3. Philosophy/prinsip dari zero failure dipahami sebagai prinsip bersama dengan konsep yang sama. Pemikiran lama seperti "All equipment can fail" harus diubah menjadi "don’t let equipment fail" atau "Failure can be reduced to zero".
4. Hubungan planned maintenance dengan pillar lain sangatlah erat. Tidak ada pillar dalam TPM yang berdiri sendiri. Hubungan pillar planned mainteance dengan pillar lain haruslah jelas dipahami hubungannya dengan FI, AM, QM, SHE, T&E , EM dan OTPM.
5. Methodology dalam menggembangkan Planned Maintenance haruslah dilaksanakan secara komperhensif. Biasanya stage pertama yang dilakukan adalah research kondisi equipment sekarang termasuk history dari failure/replacement dari equipment tersebut. Dari hasil tersebut, dibuat program planned maintenance sesuai dengan panduan step by step implementasi planned maintenance.
Perlu diingat bahwa TPM sangat constraint terhadap cost reduction. Juga, maintenance personel developement menjadi faktor yang penting dalam kesuksesan implementasi planned maintenance.